Diperlakukan Tidak Adil oleh Polisi Virtual, Bisa Lapor ke Mana?

Ilustrasi/MI: Seno Ilustrasi/MI: Seno

Dadali: Sejak mulai beroperasi pada 24 Februari 2021, sejumlah pengguna akun media sosial dicokok polisi virtual karena dianggap melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Akun yang disasar berasal dari Twitter, Instagram, Facebook, dan Whatsapp.

Seperti dilansir dari inibaru.id, seorang lelaki asal Tegal, Jawa Tengah, berinisial AM ditangkap karena menyindir Wali kota Solo Gibran Rakabuming Raka di media sosial. Polisi menyebut sindiran AM bernada hoaks dan meminta AM meminta maaf.

Meski polisi telah memberi penjelasan terkait penangkapan AM, masyarakat tetap merasa resah dengan kejadian ini. Kebebasan berpendapat pun seperti tak ada gunanya, apalagi jika ada orang yang asal melaporkan dan justru mendapat tanggapan serius dari polisi virtual.

Ketakutan itu kian besar mengingat banyaknya pasal karet di UU ITE. Lantas, jika ada korban yang diperlakukan tidak adil oleh polisi virtual, harus lapor ke mana?

Kebebasan berpendapat

Di Indonesia, kebebasan berpendapat sejatinya dijamin oleh negara dan tercantum dalam undang-undang. Sayangnya, pelanggaran terhadap kebebasan berpendapat yang mestinya menjadi hak warga itu masih terjadi.

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mencatat, setidaknya ada 17 persen pelanggaran terkait kebebasan berpendapat sepanjang 2020. Sebanyak 16 persen pelanggaran disertai penangkapan secara sewenang-wenang.

Peneliti Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Rivanlee Anandar menyebut, polisi enggan terbuka soal data orang yang melakukan pelanggaran hingga ditangkap polisi virtual. Masyarakat juga tak diedukasi terkait konten yang membuat mereka dijerat polisi virtual atau melanggar UU ITE.

Dengan begini, banyak orang berpotensi mengalami masalah yang sama karena ketidaktahuan tersebut.

Landasan hukum polisi virtual kurang jelas

KontraS mengatakan landasan hukum kinerja polisi virtual masih belum jelas. Sebab, hanya berdasarkan Surat Edaran Nomor SE/2/11/2021 yang dikeluarkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Nugroho.

“Surat edaran hanya meregulasi pembentukan dalam hal prosedural penindakan oleh virtual police dari mulai pemantauan hingga peringatan tidak berdasar alas hukum yang jelas,” tulis KontraS.

Wadah pelaporan via KontraS

KontraS pun menyediakan wadah untuk melapor guna menyikapi kemungkinan adanya perlakuan tidak menyenangkan atau ketidakadilan di media sosial. Terutama, perlakuan tidak adil dari polisi virtual.

Anda yang merasa mendapat peringatan dari polisi virtual padahal tidak merasa melakukan pelanggaran apa pun bisa melaporkannya ke #PantauBareng Aktivitas Polisi Virtual milik KontraS via tautan bit.ly/dmninuninu. KontraS menjamin kerahasiaan data dan identitas pelapor.

Laporan yang Anda berikan akan ditindaklanjuti KontraS. Salah satunya, dengan mendapat bantuan hukum jika diperlakukan tak adil oleh polisi virtual.

Alangkah lebih baik kalau Anda bijak dalam bermedia sosial agar tak diburu polisi virtual. Sedangkan, orang yang sudah berhati-hati tapi tetap kena masalah, Anda bisa laporkan langsung ke KontraS ya! (Inibaru.id/Vic)



(CIA)

Berita Terkait