Dadali: Akhir-akhir ini isu rasisme di Indonesia memang kembali hangat diperbincangkan usai dugaan kasus rasial yang dilakukan oleh Politikus Partai Hanura Ambroncius Nababan terhadap eks Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Natalius Pigai. Tetapi, bukan berarti hanya kasus ini yang perlu menjadi sorotan.
Kepolisian diminta untuk adil dalam menangani kasus dugaan rasisme. Jangan sampai karena ada tekanan tertentu dari beberapa pihak membuat polisi seolah-olah tebang pilih dalam menegakkan hukum.
Menurut Wakil Ketua Dewan Penasihat DPP Hanura Inas Nasrullah Zubir, banyak kasus sebelumnya yang serupa, seperti pernah beredar foto muka Presiden Joko Widodo diletakkan di badannya seekor anjing, tetapi tidak ditindak oleh polisi. Lantas, ia mempertanyakan kenapa kasus yang melibatkan seorang Pigai harus diproses, sedangkan ketika ada yang melecehkan presiden malah dibiarkan. Pembiaran inilah yang dianggap berbahaya.
“Ini lebih parah, kenapa tidak diproses oleh polisi? Jadi, rasismenya itu di mana? Saya hanya ingin kejelasan tolok ukur rasisnya di mana? Yang itu (foto Jokowi diletakkan di badan anjing) saja tidak diproses, masa yang ini (foto Pigai disandingkan dengan gorila) diproses,” kata Inas dalam diskusi virtual Crosscheck dengan tajuk “Pigai di Antara Ambroncius dan Abu Janda“ yang disiarkan melalui akun YouTube Medcom.id pada Minggu, 31 Januari 2021.
Berdasarkan pemikiran Inas, hal ini terjadi karena ada ketakutan dari polisi, tokoh masyarakat, hingga pengamat bahwa Papua akan meninggalkan Indonesia. Selain itu, ada juga kekhawatiran bahwa Australia dan Amerika akan menyerang Indonesia apabila kasus tersebut tidak diproses.
“Hanya ketakutan itu yang terjadi. Tetapi, ketika suku-suku lain dihina (malah dibiarkan). Jelas, Pigai (pernah) menghina suku lain (namun tidak diproses),” ujar Inas.
Ia menyebutkan Pigai pernah menyatakan bahwa suku Jawa itu sombong, diskriminatif, dan rasis. Selain itu, Pigai juga disebut pernah mengatakan orang di luar pulau Jawa adalah babu. Inas pun sebagai orang asal Sumatra mengaku marah dengan pernyataan Pigai tersebut.
“Saya kira hal-hal seperti inilah yang seharusnya diproses oleh polisi. (Jadi) kalau mau adil, Pigainya diproses, Nababannya juga diproses,” tutupnya.
Politikus Partai Hanura, Ambroncius Nababan, sempat mengunggah foto eks Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Natalius Pigai, yang disandingkan dengan foto gorila di akun Facebook-nya. Tak hanya foto, Ambroncius juga menyertakan kalimat yang bernada satire pada unggahannya.
"Mohon maaf yang sebesar-besarnya. Vaksin sinovac itu dibuat untuk manusia bukan untuk gorila apalagi kadal gurun. Karena menurut UU, Gorila dan kadal gurun tidak perlu divaksin. Faham?” tulis Ambroncius di posting-an tersebut.
Akhirnya, unggahan itu menjadi viral di media sosial karena dinilai rasis. Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Papua Barat pun akhirnya membuat laporan di Polda Papua Barat dengan nomor LP/17/I/2021/Papua Barat pada 25 Januari 2021. Kasus itu sekarang diambil alih Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
Pada 26 Januari 2021, Ketua Umum Projamin (Relawan Pro Jokowi-Amin) itu ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus dugaan tindakan rasisme kepada Pigai. Ia resmi ditahan oleh penyidik Bareskrim Polri usai menjalani pemeriksaan, terhitung mulai 27 Januari 2021.
Akibat perbuatannya, Ambroncius Nababan disangkakan Pasal 45A ayat 2 Juncto Pasal 28 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 Perubahan UU ITE dan Pasal 16 Juncto Pasal 4 huruf B ayat 1 UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Selain itu, ada Pasal 156 KUHP dengan ancaman penjara di atas 5 tahun.
(SYI)