Dadali: Pemerintah menetapkan akan mengimpor garam sebanyak 3,07 ton pada 2021. Tentunya, ada beberapa pihak yang tidak setuju dengan ketetapan itu. Salah satunya, yakni Dinas Pertanian (Distan) Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Pasalnya, stok beras di sana selalu surplus hingga ratusan ribu ton. Sehingga Distan Kabupaten Sukabumi pun menolak tegas renvana impor beras yang dilakukan pemerintah.
"Kami menilai Kabupaten Sukabumi tidak membutuhkan beras dari impor," kata Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Sukabumi, Sudrajat, Kamis, 25 Maret 2021, seperti dilansir dari Antara.
Penolakan tersebut didasari dengan alasan yang kuat. Seperti, luasan sawah padi yang panen pada Februari 2020 mencapai 40.650 hektare.
Gabah kering giling (GKG) yang diproduksi dari setiap hektarenya mencapai 5,8 hingga enam ton. GKG yang dapat diproses menjadi beras rata-rata berkurang 30 persen. Dari situ dapat dipastikan stok beras melimpah karena produksinya lebih tinggi ketimbang angka kebutuhan warga Kabupaten Sukabumi yang membutuhkan sekitar 21 ribu ton setiap bulannya.
Terlebih, luasan tanaman padi yang panen pada Maret 2021, diprediksi mencapai 26 ribu hektare. Kondisi itu akan menambah persediaan berasa di sana. Bahkan, stok itu juga dapat menyuplai beberapa daerah lainnya, seperti Kota Sukabumi.
Atas dasar tersebut, ia meminta pemerintah untuk menarik kembali rencana impor beras. Hal ini meningat para petani sedang semangat-semangatnya menanam padi.
Mayoritas lahan pertanian padi di Kabupaten Sukabumi, yakni sawah tadah hujan. Musim hujan dimanfaatkan oleh para petani untuk mempercepat penanaman padi.
"Pada 2021, proses produksi lagi bagus-bagusnya karena hampir di seluruh sawah yang sedang ditanami padi, hama dan penyakit hampir tidak ada. Ditambah produktivitas sangat baik sehingga hasil diperkirakan melimpah. Makanya kami anggap impor beras tidak perlu khususnya untuk Kabupaten Sukabumi," paparnya.
Sudrajat juga menjelaskan bahwa di lapangan, gabah kering panen (GKP) hanya dihargai Rp3.400 per kilogram. Padahal harga pembelian pemerintah (HPP) mencapai Rp4.200 per kilogram. Sementara, untuk GKG hanya dihargai Rp4.500 padahal HPP yang ditetapkan, yakni Rp5.200.
"Jika melihat selisih harga tersebut keuntungan petani dipastikan tipis, apalagi ditambah dengan adanya beras impor, sama saja membunuh hasil kerja," ucapnya.
Ia juga menyebutkan bahwa Kabupaten Sukabumi sudah mandiri dalam memenuhi persediaan beras. Bagaimana tidak? Kabupaten ini sudah lama menjadi salah satu lumbung beras nasional yang turut menunjang stok nasional.
Adapun setiap tahunnya surplus beras mencapai 350 ribu ton hingga 400 ribu ton dan menjelang Ramadan dan Idul Fitri, pihaknya memastikan persediaan beras mencukupi apalagi bertepatan dengan pelaksanaan panen raya padi yang biasanya terjadi pada April.
(SYI)