Dadali: Peraturan di SMKN 2 Padang, Sumatra Barat, yang mewajibkan siswanya, termasuk siswa non-muslim untuk mengenakan jilbab menuai kontroversi. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim menilai aturan tersebut sebagai bentuk intoleransi dalam beragama.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pun prihatin dengan dugaan intoleransi yang terjadi di SMKN 2 Padang. Aturan tersebut berpotensi kuat melanggar hak-hak anak.
Komisioner bidang Pendidikan KPAI Retno Listyarti mengatakan bahwa kasus dugaan intoleransi di sekolah negeri bukan kali pertamanya terjadi. Dahulu, ada juga kasus guru di SMAN di Depok dan Jakarta yang menyerukan murid untuk memilih ketua OSIS yang beragama Islam.
Lantas, bagaimana ajaran toleransi beragama dalam Islam?
Dilansir dari NU Online, Imam al-Syaukani menjelaskan bahwa Allah tidak melarang umat Islam untuk berbuat baik dan bersikap adil kepada orang-orang non-muslim yang tidak memerangi mereka dalam masalah agama. Ia menafsirkan hal itu dari ayat Q.S. al-Mumtahanan: 8-9.
Bahkan, dalam sebuah hadis riwayat Bukhari, Nabi Muhammad SAW memperingati umat Islam untuk tidak memerangi non-muslim.
“Barang siapa yang membunuh non-muslim yang terikat perjanjian dengan umat Islam, maka ia tidak akan mencium keharuman surga. Sesungguhnya keharuman surga itu bisa dicium dari jarak 40 tahun,” (H.R. Bukhari).
Sejarah menceritakan bagaimana baiknya Nabi Muhammad SAW ketika bergaul dengan orang-orang Yahudi dan kaum munafik ketika berada di Kota Madinah pascahijrah. Rasulullah membiarkan para ahli kitab untuk memeluk agamanya dengan bebas. Rasulullah juga melarang para sahabatnya untuk memerangi dan menyakiti mereka.
Dalam hadis-hadis sahih dijelaskan bagaimana sikap toleransi Nabi saat berinteraksi dengan orang non-muslim. Contohnya, kisah Nabi yang pernah menggadaikan baju perangnya kepada Abu Syahm yang merupakan seorang Yahudi. Kemudian, dalam riwayat Ibn Ishak dan Ibn Sa’ad juga disebutkan bagaimana beliau dengan ramah menyambut orang-orang Nasrani Najran di Masjid Nabawi.
Ali Mustafa menegaskan bahwa sikap toleransi yang diajarkan Islam hanyalah dalam masalah keduniaan. Tidak ada hubungannya dengan permasalahan akidah dan ibadah.
Dalam surat al-Kafirun ayat ke-6, Islam mengakui adanya pluralitas agama. Dalil firman Allah SWT dalam surat tersebut berbunyi:
Lakum dinukum wa liya din
Artinya: “Untukmu agamamu dan untukku agamaku”
Ayat ini turun saat sekelompok kafir Quraisy datang menghadap Nabi Muhammad SAW. Mereka mengajak Nabi untuk menyembah tuhan mereka selama satu tahun. Di waktu yang sama, mereka pun akan menyembah Tuhan Nabi, yakni Allah SWT dalam satu tahun.
Sehingga ayat ini turun sebagai penegasan bahwa Islam tidak mengakui kebenaran ajaran agama lainnya selain Islam. Meskipun, Islam mengakui keberadaan agama-agama tersebut.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa Islam mengakui dan sangat menganjurkan toleransi antarumat beragama. Namun, Islam menentang ajaran yang meyakinkan bahwa semua agama adalah benar. Sebab, satu-satunya agama di sisi Allah adalah Islam.
(SYI)