PPKM di Kota Bandung Dinilai Rugikan Warga, Apa Solusinya?

Ilustrasi/Medcom.id Ilustrasi/Medcom.id

Dadali: Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di Kota Bandung dinilai belum berjalan efektif dan merugikan masyarakat. Sektor ekonomi disebut menjadi yang paling terdampak oleh kebijakan ini.

Contohnya, pedagang dan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang baru memulai usahanya pada sore hari terpaksa harus merugi. Sebab, kebijakan PPKM mengharuskan mereka menghentikan aktivitasnya pada pukul 18.00 WIB.

"Kita objektif saja, bagaimana dengan mereka yang baru buka saat maghrib? Jadi enggak bisa jualan sama sekali," kata pakar kebijakan publik dari Universitas Pasundan Bandung, Deden Ramdhan, di Bandung, Senin, 1 Februari 2021, seperti dilansir dari Mediaindonesia.com.

Dia juga menyebutkan kebijakan PPKM di Kota Bandung tidak berdampak signifikan terhadap penurunan angka positif covid-19. Ini terlihat dari masih banyaknya aktivitas warga yang dilakukan meski sudah memasuki jam PPKM.

"Lihat di Jalan Dipatiukur yang ditutup, yang terjadi warga menyimpan motornya di mana, tapi tetap berkerumun (beraktivitas). Bahkan, di (jalan) Dago, jalannya ditutup, malah dijadikan tempat balapan. Masyarakat menonton balapan itu," ucapnya.

Menurutnya, tidak efektifnya PPKM ini terjadi karena pemerintah kurang melibatkan masyarakat dalam mengambil keputusan. "Dari namanya saja pemerintah, jadi yang ada hanya instruksi dari atas ke bawah, jadi tidak ada semangat partisipasi. Harusnya mengajak masyarakat berdialog, bagusnya seperti apa," ujar Deden.

Lalu, apa solusinya?

Deden menilai pemerintah harus meningkatkan kedisiplinan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan dibanding PPKM. "Mismatch ini tidak akan terjadi jika pemerintahnya kreatif," sebutnya.

Sosialisasi dan penegakan hukum dalam menerapkan protokol kesehatan di masyarakat dianggap akan lebih efektif ketimbang pembatasan jam aktivitas warga. Meskipun Kota Bandung ditetapkan sebagai wilayah yang paling disiplin dalam menggunakan masker dan menjaga jarak, tetapi akan percuma apabila tidak ada penegakan hukum yang tegas di lapangan.

Dia pun menyontohkan penegakan disiplin dalam menekan angka covid-19 berhasil dilakukan di Swedia. "Di sana, aktivitas warga berjalan seperti biasa, tidak ada pembatasan jam operasional. Toko, kafe, restoran, buka seperti biasa asalkan masyarakatnya disiplin prokes," paparnya. 

Dia menyebut, minimnya penegakan hukum dalam penerapan protokol kesehatan ini terjadi karena pemerintah tidak lagi memiliki anggaran yang kuat. Seperti diketahui, menurut Deden diperlukan biaya dalam setiap operasi penegakan hukum. 

"Mismatch ini sebenarnya tidak terjadi jika pemerintah kreatif. Ini seperti sudah buntu, sehingga ada pembatasan aktivitas. Karena selama 11 bulan langkah-langkah yang dilakukan pemerintah dalam mengatasi covid-19 ini tak ada perubahan berarti, sementara anggaran sudah dikeluarkan banyak," ucapnya.


 



(SYI)

Berita Terkait