Dadali: Mantan Kapolsek Astanaanyar Kompol Yuni Purwanti Kusuma Dewi ditangkap bersama 11 anggotanya oleh Propam Polda Jabar terkait kasus penyalahgunaan narkoba jenis sabu pada Selasa, 16 Februari 2021. Mereka ditangkap di sebuah hotel yang berlokasi di Kota Bandung, Jawa Barat.
Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri pun berencana akan menggelar operasi tes urine bagi seluruh anggota kepolisian resor (polres) di seluruh Indonesia. Hal itu merupakan buntut dari kasus yang menimpa Kompol Yuni.
Lantas, apa saja yang harus dilakukan sebelum melakukan tes urine untuk deteksi narkoba ya? Lalu, bagaimana prosedur pengambilannya? Dilansir dari dari berbagai sumber, berikut hal-hal yang perlu kalian ketahui tentang tes urine.
Apa itu tes urine untuk narkoba?
Umumnya, tes narkoba menggunakan sampel urine untuk mendeteksi adanya obat-obatan terlarang dalam tubuh. Jenis obat-obatan terlarang yang dapat terdeteksi, seperti mariyuana, kokain, opoid, amfetamin, hingga phencyclidine (PCP).
Selain dengan tes urine, kandungan narkoba dalam tubuh juga dapat diperiksa melalui sampel yang diambil dari rambut, darah, keringat, hingga air liur. Di Indonesia, metode tes urine yang paling sering dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat kandungan narkoba dalam tubuh seseorang atau tidak.
Persiapan sebelum tes narkoba
Kalian tidak perlu menyiapkan sesuatu yang khusus atau berpuasa telebih dahulu untuk menjalani tes narkoba. Tetapi, apabila kalian sedang mengonsumi obat-obatan atau suplemen tertentu, sebaiknya beritahukan kepada dokter. Sebab, hal itu dapat mempengaruhi hasil tes.
Dilansir dari Alodokter.com, tes narkoba bisa dilakukan bagi wanita yang sedang haid. Sampel urine yang terkontaminasi oleh sedikit darah tidak akan mempengaruhi hasil tes bebas narkoba. Sebab, lubang saluran kencing dan vagina merupakan lubang yang berbeda. Demi meminimalisasi sampelnya terkontaminasi darah, hindari menempelkan tabung sampel ke vagina. Selain itu, bersihkan daerah vagina sebelum kalian melakukan tes ini.
Prosedur tes urine untuk deteksi narkoba
Obat-obatan terlarang dapat masuk ke sistem tubuh melalui berbagai cara, yakni dengan ditelan, dihirup, disuntikkan, ataupun diserap melalui kulit. Berikut prosedur yang dilakukan untuk mendeteksi narkoba melalui sampel tes urine:
1. Kalian akan diberikan cangkir atau tabung spesimen dari petugas
2. Barang-barang, seperti dompet dan tas harus ditinggalkan di ruangan lain saat mengikuti tes. Kantong pakaian juga harus dipastikan dalam keadaan kosong
3. Dalam kondisi yang jarang terjadi, perawat atau petugas akan menemani kalian ke kamar mandi ketika mengambil sampel urine. Hal ini dilakukan untuk memastikan kalian mengikuti semua prosedur pengujian yang baik. Tetapi, jangan khawatir, tentunya perawat dengan jenis kelamin sama yang akan mengantarkan kalian.
4. Bersihkan area genital dengan kain lembab yang disediakan petugas
5. Buanglah air kecil ke dalam cangkir atau tabung sampel. Urine yang harus dihasilkan setidaknya 45 mililiter untuk sampel pengetesan.
6. Setelah selesai buang air kecil, tutup gelas dan berikanlah ke petugas
7. Sampel urine yang diberikan akan dicek suhunya oleh petugas untuk memastikan sampel itu dalam suhu kisaran yang diharapkan
8. Setelah itu, kalian bersama petugas harus melakukan kontak visual terhadap spesimen urine setiap saat. Langkah ini diambil untuk memastikan sampel urine tidak terkontaminasi oleh benda-benda asin, seperti tisu toilet, feses, darah, ataupun rambut. Pengawasan dilakukan sampai tabung sampel disegel dan dikemas.
Apa saja hasil tes narkoba?
Setelah dilakukan pengujian terhadap sampel urine, hasil tes narkoba bisa berupa:
1. Negatif atau normal
Hal itu menandakan tidak ditemukannya kandungan narkoba dalam tubuh seseoran atau kadar obat terlarang dalam tubuh kalian di bawah nilai yang terdekteksi.
2. Positif
Apabila hasilnya positif, ini menandakan adanya satu atau lebih jenis obat-obatan terlarang dalam tubuh kalian.
3. Positif palsu
Apa itu positif palsu? Ternyata, kalau hasilnya positif belum tentu kalian terindikasi mengonsumsi obat-obatan terlarang lho. Hal ini dapat terjadi, misalnya karena dipengaruhi oleh obat-obatan medis tertentu yang kalian konsumsi. Sebaiknya, kalian menginformasikan kepada pemeriksa mengenai obat apa saja yang sedang dikonsumsi. Berikut contoh-contoh positif palsu:
- Positif palsu amfetamin dan methamphetamine bisa terjadi, karena konsumsi obat flu yang mengandung dextromethorphan, pseudoephedrine, phenylpropanolamine, dan ephedrine atau obat penurun asam lambung, seperti ranitidine.
- Positif palsu barbiturate dan methadone yang bisa terindikasi ketika seseorang mengonsumsi obat penurun demam dan pereda nyeri, seperti ibuprofen, atau obat penenang golongan.
- Positif palsu opiate yang bisa muncul akibat seseorang mengonsumsi antibiotic golongan fluoroquionolone (seperti ofloxacin), antikbiotik untuk TBC (seperti rifampicin), dan obat malaria (seperti pil kina).
- Positif palsu tes ganja yang bisa muncul, karena konsumsi obat antivirus untuk HIV (seperti efavirens), obat untuk mengatasi alergi (seperti promethazine), dan obat antiinflamasi nonsteroid (seperti ketoprofen, naproxen, dan sulindac).
- Positif palsu kokain yang terindikasi akibat seseorang mengonsumsi antibiotik golongan amoxicillin.
Apa yang dilakukan setelah tes narkoba?
Tidak ada hal spesifik yang harus kalian lakukan setelah menjalani tes narkoba dengan menggunakan metode tes urine. Kalian bisa segera kembali menjalani rutinitias sehari-hari pascaprosedur.
Kenapa harus dilakukan tes narkoba?
Seseorang melakukan tes urine dengan indikasi-indikasi tertentu. Berdasarkan tujuannya, berikut alasan dilakukannya tes urine atau tes toksikologi:
1. Keperluan penelitian, misalnya untuk mengetahui apakah kasus overdosis obat-obatan tertentu dapat menyebabkan gejala yang mebahayakan nyawa dan hal-hal lain yang tidak diinginkan. Hal ini biasanya dilakukan empat hari setelah obat dimakan.
2. Dilakukan untuk mengecek apakah seorang atlet menggunakan obat-obatan terlarang guna meningkatkan kemampuan, seperti steroid.
3. Mengecek karyawan atau calon karyawan dalam suatu perusahaan untuk mengetahui apakah ada yang menggunakan narkoba atau tidak. Biasanya, tes ini dilakukan di tempat kerja pengemudi bus, taksi, hingga orang-orang yang bekerja di penitipan anak.
4. Demi kepentingan rencana pengobatan. Seperti poin pertama, skrining obat dalam urine dan darah bisa dilakukan terhadap orang-orang yang mengalami overdosis obat. Tetapi, tidak selamanya obat itu harus obat-obatan terlarang.
(SYI)