Dadali: Kasus kekerasan terhadap anak masih kerap terjadi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Bahkan Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait menyebutkan Kabupaten Bogor menyandang status zona merah pelanggaran hak anak. Khususnya dalam tindakan kejahatan kekerasan pada anak.
"Beberapa waktu lalu sudah saya katakan dengan sangat terbuka bahwa Kabupaten Bogor itu zona merah kekerasan terhadap anak. Itu jelas saya katakan," katanya saat mengujungi beberapa anak korban kekerasan di Mapolres Bogor, di Jalan Tegar Beriman, Cibinong, Kabupaten Bogor, melansir Mediaindonesia.com, Kamis, 29 April 2021.
Arist membeberkan alasan yang melatarbelakangi dirinya berani mengatakan Bogor berstatus zona merah kekerasan terhadap anak. Salah satunya, yakni karena tingkat kekerasan pada anak di wilayah itu cukup tinggi, termasuk kasus bully, kekerasan, perdagangan anak, hingga perbudakan seks.
Kabupaten Bogor, jelas Arist, belum memiliki sistem pendataan korban sampai saat ini. Sehingga kejadian kekerasan terhadap anak hanya terkonfirmasi di Polres Bogor.
“Tetapi pemkab sampai hari ini belum punya mekanisme sistem perlindungan anak. Seharusnya pemerintah punya sistem pendataan itu," paparnya,” jelasnya.
Selama ini yang terjadi adalah ketika ada kejadian, maka penanganannya masih dilakukan secara mandiri. Dengan begitu, penegakan hukum belum bisa berjalan semestinya.
"Belum ada mekanisme kalau ada kejadian ini bagaimana. Apa fungsi pemda, apa fungsi masyarakat, apa fungsi alim ulama misalnya perlu terlibat di situ," tegasnya.
Data yang dimiliki oleh Komnas PA terkait laporan kekerasan anak disebut mencapai 2.700-an kasus. Data itu dihimpun dari 2019 hingga 2020 dan terdiri atas berbagai pelanggaran.
Angka itu belum lagi terkonfirmasi data masa pandemi virus korona (covid-19). Karena bukan hanya di Bogor. Di tempat- tempat yang lain menghadapi covid-19 itu angka kekerasan itu cukup tinggi.
"Di Komnas Anak itu ada 2.700 lebih kasus terhadap pelanggaran anak. 52 persen adalah kejahatan seksual. Kalau kita bandingkan data yang terkonfirmasi di Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, ada 15.000-an dan 56 persen itu juga dinyatakan dominan kejahatan seksual. Dan belum terkumpul lagi data-data dari lembaga lain," papar Arist.
Khusus di Bogor, pihaknya mencatat terdapat 389 kasus pelanggaran terhadap anak saat ini. Mirisnya, ratusan kasus itu didominasi kejahatan seksual.
"Nanti bisa dikonfirmasi, karena kami terus kerjasama dengan kasat reskrim di sini. Tentu yang terkonfirmasi itu yang terlaporkan, yang sudah diserahkan ke jaksa, lalu yang sudah diputuskan oleh pengadailan," ucapnya.
Sementara itu, jajaran Satuan Reskrim Polres Bogor tengah menangani banyak kasus pelanggaran anak dalam kurun waktu satu bulan. Teranyar, mereka melakukan penyidikan kasus kejahatan seksual yang dilakukan dua kakek terhadap anak perempuan berusia 8 tahun di Parung.
Tak hanya itu, ada juga kasus perundungan yang sempat heboh videonya di media sosial. Video tersebut memperlihatkan seorang bocah sembilan tahun yang berkebutuhan khusus diusik oleh orang dewasa.
Ada dua peristiwa dengan pelaku yang sama dalam kasus warga Klapanunggal itu. Yang pertama bullying atraksi di motor, sehingga korban jatuh. Kemudian aksi tragisnya anak bertubuh kecil itu dilempar ke dalam kubangan sebanyak dua kali.
Kasus lainnya yang terbilang sangat tragis, yakni seorang bayi baru lahir ditusuk-tusuk menggunakan senjata tajam oleh ibunya. Kasus tersebut terjadi di Gunung Puteri. Sang ibu diduga stres lantaran anak tersebut merupakan hasil hubungan di luar nikah.
"Kami dari Polres Bogor, khususnya Satreskrim bererimakasih kepada Bang Aris dari Komnas yang mengkonfirmasi kepada keluarga korban dan korban," ungkap AKP Handreas Ardian, Kasat Reskrim Polres Bogor.
Dia mengatakan, pihaknya juga bekerjasama dengan Komnas Perlindungan Anak untuk bersinergi ketika ada kejadian kekerasan terhadap anak yang ada di Bogor.
(SYI)